Senin, 22 November 2010

Anarkis, Cara Berjuangnya Mahasiswa !

Menurut sebagian masyarakat aksi demo yang berujung anarki merupakan aksi yang diakhiri dengan kekerasaan, berbeda dengan Wenry Anshory Putra. Mahasiswa berideologi tinggi ini berpendapat, seharusnya sebelum mengkatagorikan suatu aksi demo tersebut anarki, sebaiknya kita wajib mengetahui arti apa anarki itu sendiri.

“Istilah anarki bukan suatu tindak kekerasan, melainkan cara berjuang dari mahasiswa. Ketika suara rakyat dihambat oleh kekuasaan, disitulah aksi sosial tersebut bermain hingga mahasiswa turun ke jalan,” ujarnya dengan lugas.

Mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAM-I) ini mengungkapkan, Ia sering melangalami bentrok dengan petugas keamanan saat di akhir demonstari. “Demo paling parah yang pernah Saya ikuti pada Selasa (2/3) mengenai masalah Bank Century di depan Istana Negara, 3 kali para pendemonstran dihujani peluru karet,” ujar cowok gemar membaca.

Wenry menjelaskan, demo yang berakhir bentrok tidak penah direncanakan sebelumnya, kejadian tersebut murni dinamika di lapangan. “Ketika memperjuangkan aspirasi masyarakat, mati sekali pun tidak menjadi masalah, itu yang membedakan pendemonstran yang tidak dibayar dengan pendemonstran yang bayaran,” pungkasnya kepada Ecola kemarin. n Srie Mulia

Santanu : Hanya Symbol Perlawanan Saja

“Demo yang berujung anarki hanya simbol perlawanan mahasiswa saja,” ujar mahasiswa UI angkatan 2008 ini. Terkadang aksi demo sering salah artikan, seharusnya penyampaian aspirasi berjalan dengan benar dan damai, karna satu dan lain hal demo tersebut menjadi ricuh dan sebagai ajang pembalasan dendam kepada petugas penegak hukum.

Cowok yang gemar bermain catur ini menjelaskan, tujuan dari demo itu sendiri adalah menyampaikan aspirasi rakyat dan bentuk pemberontakan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang melenceng, apabila suatu demo berakhir dengan ricuh, pasti terjadi ketidak puasan dari pihak mahasiswa itu sendiri.

Kericuhan dalam aksi demo sering terjadi karena emosi dari kedua belah pihak, yaitu mahasiswa dan petugas berwajib kembali memuncak di akhir demo tersebut. Seharusnya pihak yang terlibat dalam aksi demo tersebut berkaca kepada kejadian-kejadian sebelumnya, supaya tindakan anarki tidak dapat terulang kembali dan tidak merugikan banyak pihak.

“Apabila aspirasi mahasiswa dan amanat rakyat diterima dengan baik dan benar serta direspon oleh pemerintah, pasti aksi demo yang kerap terjadi akan berjalan baik dan damai,” pungkas cowok berzodiak Gemini ini. n Srie Mulia

Senin, 15 November 2010

Aksi Anarkis Mahasiswa Makassar

Demo mahasiswa se-Makassar menentang kedatangan SBY-Budhiono pada tanggal 20 Oktober 2010 sempat menarik simpatik masyarakat. Kedatangan SBY ke Makassar ini dalam rangka menghadiri HUT Sulawesi Selatan ke 431 dan membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Gubernur se-Indonesia.

Memang kedatangan orang nomer satu di negara ini menuai banyak protes, khususnya para mahasiswa. Pada awalnya mereka hanya menggelar aksi damai bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid ke-2. Akan tetapi aksi yang awalnya berjalan dengan damai, berbalik arah menjadi aksi anarki.

Bentrok terjadi antara mahasiswa dengan petugas keamanan, mahasiswa saling lempar batu melawan personel Samapta dan Brimob Polda Sulselbar di Jalan Raya Pendidikan, Makassar. (sumber: okezone.com)

Aksi anarkis tersebut seharusnya tidak terjadi, jika kedua belah pihak dapat saling mengerti. Mahasiswa juga tidak akan melakukan hal yang dapat merusak moral bangsa tersebut apabila mereka diberi ruang untuk menyalurkan aspirasi dan saran demi kemajuan bangsa ini.

Dan di pihak pemerintah harus lebih menigkatkan kinerja secara optimal agar cita-cita bangsa Indonesia dapat tercapai, sehingga tidak ada lagi tindakan yang apat merusak citra negeri ini di mata dunia.

Saya ditahun 2012

Kalau Saya disuruh berandai-andai seperti apakah Saya dua tahun yang akan datang, pasti Saya akan sangat bingung. Pastinya, Saya ingin menjadi orang yang baik lagi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Mungkin ditahun 2010 Saya sudah melesaikan skripsi di Universitas Indonesia dan bergelar Sarjana. Setelah selesai menyelesaikan perkuliahan di Gunadarma, Saya akan mencoba melemar pekerjaan di perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi.

Menurut Saya, perusahaan dibidang tersebut sangat menunjang dari apa yang Saya tempuh di perguruan tinggi. Mengapa Saya memilih pilihan tersebut, karena kinerja perusahaan telekomunikasi memerlukan inovasi-inovasi baru yang berpegang kuat pada sistem informasi. Sehingga, sejalan dengan bidang yang saya tekuni selama ini.

Di samping Saya menjadi karyawan di perusahaan tersebut, Saya akan mencoba suatu bisnis yaitu warung internet. Saat ini, Saya berandai-andai untuk memiliki usaha warnet dengan modal yang saya menyisihkan dari sebagian gaji Saya sebagai karyawan swasta.

Semoga mimpi Saya tersebut dapat tercapai, sehingga Saya dapat membahagiakan kedua orang tua, sehingga hidup Saya menjadi barokah dunia dan akhirat.

Banyak Mall, Banyak Masalah !

Bagi sebagian orang, keberadaan pusat perbelanjaan merupakan bentuk cermin dari perkembangan suatu kota. Semakin banyak pusat perbelanjaan yang ada, semakin maju dan modern pula kota tersebut.

Tetapi apakah benar, banyaknya pusat perbelanjaan dapat mencerminkan taraf hidup masyarakat di kota tersebut semakin meningkat? Pada kenyataannya, semakin banyak pusat perbelanjaan yang dibangun maka semakin meningkat juga pola konsumtif dan bertambah padatnya aktivitas masyarakat.

Margonda Raya, merupakan bukti nyata dari kota yang dipadati dengan pusat perbelanjaan. Terdapat 5 pusat perbelanjaan dalam satu jalan, yaitu Margo City, Depok Town Square, D Mall, Plasa Depok dan ITC Depok. Tata letak dari pusat-pusat perbelanjaan tersebut sangat berdekatan, sehingga sering menimbulkan kemacetan.

Margo City dan Depok Town Squre, dua mall ini saling berhadapan sehingga dalam sekali waktu warga Depok dapat mengunjungi kedua tempat tersebut. Hal ini menimbulkan dampak negatif bagi lalu lintas. Saat kendaraan melawati dua tersebut, dengan terpaksa para pengemudi harus jalan merayap karena banyak dari angkutan umum berhenti dan mengambil penumpang dari tempat tersebut.

Kejadian yang sama juga terjadi di depan Plasa Depok dan ITC Depok. Ditambah dengan rencana pembangunan pusat perbelanjaan Saladdin Square yang berhadapan percis dengan ITC Depok, bisa dibayangkan akan seperti apa kota Depok nanti.

Muhamad Khafid Widianto salah satu warga Depok menuturkan, Ia sangat terganggu dengan tata letak mall-mall di Kota Depok karena jaraknya sangat dekatan dengan terminal, sehingga menimbulkan kemacetan dari pagi sampai malam hari.

Selain itu, dampak yang ditumbulkan dari pola konsumtif bisa membahayakan perekonomian Kota Depok. Apabila pembangunan pusat perbelanjaan semakin banyak maka persaingan mall-mall tersebut juga semakin meningkat. Sehingga nilai jual dari mall tersebut satu per satu akan turun.

Tampak jauh berbeda ketika melihat pusat perbelanjaan yang ada di Kota Bekasi. Meski di sana juga mempunyai banyak pusat perbelanjaan, tetapi unsur tata kota yang baik masih dipegang teguh oleh kota tersebut. Seharusnya Kota Depok dapat belajar dari Kota Bekasi dalam perencanaan tata kota khususnya dalam pembangunan pusat perbelanjaan.

Pada penimbang Perda Kota Depok Thn. 2003 tentang Izin Pemanfaatan Ruang dijelaskan, “ Bahwa untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang yang dipergunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan di Kota Depok perlu memperhatikan kesesuaian dan keselarasan fungsi.”

Apabila tata letak dan ruang di Kota Depok dapat di atur lebih baik lagi, pasti tidak akan terjadi hal-hal yang dapat merugikan warga Depok sendiri. Setiap pembangunan pusat perbelanjaan seharusnya berpegang teguh dan selaras pada peraturan daerah kota tersebut. Sehingga pembangunan pusat perbelanjan tidak sia-sia dan dapat berfungsi bagi banyak orang. n Srie Mulia